Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mensinyalir hilangnya sebanyak 56 situ di Jabodetabek (Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi) selama kurun waktu lima tahun.

“Jumlah total situ di Jabodetabek berkurang dari 240 situ pada 2003-2004 menjadi 184 situ pada 2009. Pemerintah selalu bilang saat ini ada sekitar 200-an situ,” kata Juru Kampanye Air dan Pangan Walhi Nasional Erwin Rustam yang dihubungi ANTARA di Jakarta, Sabtu [28/03] menanggapi tragedi Situ Gintung, Ciputat, Tangerang.
Dari 184 Situ yang tersisa pada 2009, Erwin mengatakan hanya 19 dalam kondisi bagus, dan sisanya dalam kondisi pendangkalan hebat dan rusak parah.
Sedangkan luas total situ di Jabodatabek berkurang drastis yaitu 2337,10 hektare untuk total 240 situ, sekarang menjadi hanya 1462,78 hektare untuk 184 situ. “Rata-rata kedalaman situ juga berkurang, yaitu sebelumnya 5-7 meter, sekarang hanya tinggal 2,5 - 3 meter, termasuk Situ Gintung yang sekarang tinggal empat meter,” kata Erwin.
Data-data Walhi tersebut, katanya, merupakan kompilasi data dari Dirjen Sumber Daya Air Departemen Pekerjaan Umum, BPLHD Jakarta, Dinas lingkungan hidup Depok dan Bogor tahun 2007 sampai 2008.
Juru Kampanye Air dan Pangan Walhi itu mengatakan ada tiga hal utama penyebab hilangnya Situ di Jabodetabek yaitu karena alih fungsi lahan, sebagai tempat sampah dan karena pendangkalan.
“Alih fungsi lahan menjadi perumahan, bisnis dan restoran. Situ di Jakarta Utara, dan Depok ada yang menjadi tempat pembuangan sampah,” katanya.
Kondisi sedimentasi yang sangat parah, diperburuk dengan upaya pemulihan parsial yang tidak sinkron dengan program pemulihan DAS (Daerah Aliran Sungai) yang dilakukan oleh Departemen Kehutanan dan perbaikan kawasan tangkapan air yang berubah karena kepentingan bisnis sehingga mengubah bentang alam.
Solusi
Erwin mengatakan solusi yang harus dilakukan pemerintah adalah dengan revitalisasi lebih dari 200 situ di Jabodetabek termasuk daerah tangkapan air dan DAS-nya.
“Ini membutuhkan koordinasi yang cepat antara Bappenas, Departemen Keuangan sebagai pemegang dana, Departemen PU dan kepala daerah di wilayah Jabodetabek terutama situ dan bendungan yang daerah bawahnya terdapat permukiman penduduk harus segera diperbaiki oleh pemerintah,” kata Erwin.
Sebelumnya, Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane Departemen Pekerjaan Umum Pitoyo Subandrio di lokasi bencana Situ Gantung, Jumat mengatakan pemerintah berniat untuk tetap mempertahankan Situ Gintung, Cirendeu, Tangerang, Banten demi kepentingan konservasi air sekalipun lokasi di sekitar bendungan tersebut saat ini telah berubah bentuk menjadi perkampungan padat. “Bendungan ini untuk keperluan konservasi jadi harus dibangun kembali, untuk melestarikan air,” kata Pitoyo di lokasi bencana Situ Gintung.
Dia mengatakan bahwa sekalipun kawasan di sekitar lokasi tersebut telah berubah menjadi perkampungan padat bukan berarti bendungan itu kemudian harus ditutup. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa saat ini pemerintah telah bersiap untuk mengamankan sejumlah daerah di sekitar lokasi bencana dari kemungkinan luapan air dengan memasang pagar-pagar kawat.
Peristiwa jebolnya Tanggul Situ Gintung pada Jumat (27/3) dinihari sekitar pukul 04.00 WIB mengakibatkan daerah pemukiman padat di sebelah utara Danau Gintung menjadi terendam.
Menurut pengakuan warga yang selamat, pada sekitar pukul 04.00 WIB mereka mendengar suara gemuruh dan seakan-akan terjadi gempa bumi. Ternyata, hal itu disebabkan oleh derasnya aliran air yang menghunjam pemukiman warga akibat jebolnya tanggul tersebut.

1 comments:

FERDI JACKSON said...

haii mhhh mang aries tuh penuh kreatifitas ....
oh yy ak baru belajar blog neh... kalo kita sharing setuju gx?